THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Rabu, 16 November 2011

Friendship? Or love?

Sebelumnya, saya beritahu.. gambaran ilustrasi ini saya dapat dari beberapa komik manga, dan tidak bermaksud untuk membajak ^^


__________
Prolog: 


Sachiko adalah gadis berasal jepang yang masih duduk dibangku SMP. Ia tipe gadis yang ceria tapi polos, bahkan ia pun tidak tahu apa itu cinta. Suatu hari, Sachiko menabrak seorang pria populer di Sekolah. Ia merasakan sesuatu yang berbeda dari pria itu, ya dia adalah Mikio. Sempat ia menduga kalau itu cinta, tapi Ibunya melarang Sachiko untuk jatuh cinta diumur yg masih semuda ini. Tapi saat Sachiko menyimpan rasa kepada Mikio, saat itupun Mikio pindah sekolah. Sachiko yang tadinya adalah seorang yang ceria menjadi pemurung. Beranjak SMA, tiba-tiba Sachiko teringat Mikio saat tak sengaja melihat pria yang mirip dengan Mikio. Apakah ia tetap akan mengejar cintanya? ataukah memilih menjadi teman dan melupakan perasaan itu? 








“Hhh.. Hari yang melelahkan!” Keluh seorang gadis yang bernama Sachiko yang berasal dari keluarga Mizuki. Gadis yang masih duduk dibangku SMP ini berbaring dikasurnya dan kemudian tertidur tanpa melepas sepatu dan seragam sekolahnya.

**

 “Waaaaah.. Jam berapa ini?” Terdengar suara grasak-grusuk dari kamar Sachiko. Didalamnya, ia sibuk mencari jam wekernya yang tak ada dimeja, “Biasanya jam itu ada disana..” Pikir Sachiko seraya menunjuk ke arah meja yang berada di samping kasurnya, Loh? Kenapa aku sudah memakai seragam? Atau ibu tahu kalau aku akan terlambat dan ia membantu memakaikanku seragam saat aku masih tertidur? Batinnya sambil melihat dirinya yang terpantul dikaca besar.

“Sachiko!!” Terdengar suara teriakan dari sosok wanita yang berada  dibalik pintu kamar Sachiko.

“Iya, bu! Aku segera keluar!” Sahutnya, “Tapi kan aku belum mandi. Hmm.. Kalau begitu, khusus hari ini aku libur mandi! Daripada aku terlambat!” Pikirnya dalam hati.

Tak lama, Sachiko keluar dari kamar sambil menggandeng tasnya. Ia pun segera pergi ke ruang makan dan melihat Ibunya sedang menyiapkan makanan untuknya, “Enak sekali.. Tapi, apakah aku tidak terlambat kalau aku sarapan dulu?” Gumam Sachiko.

Karna merasa ada suara langkah kaki, wanita separuh baya yang sedang sibuk menyiapkan makanan itu terhenti dan menatap Sachiko heran, “Kamu mau kemana?” Tanya wanita itu alias Ibunya Sachiko.

“Sekolah.” Jawab Sachiko singkat dan tak berekspresi sama sekali.

“Sekolah? Malam-malam?”

“Malam?” Sachiko berlari ke jendela yang berada dekat Ibunya, lalu melihat keadaan diluar, “Astaga.. Ini malam!”

“Ya. Memangnya kamu mengira apa? Hahaha..”

Memalukan..  Ungkap Sachiko dalam hati.

“Kenapa melamun disana? Ayo cepat mandi dan ganti bajumu, lalu kita makan malam.” Perintah Ibu.

**

Keesokkan harinya, “Pagi, Sachiko!” Sapa seorang gadis sebaya dengan Sachiko, ia adalah Futaba Hanako.

“Pagi!” Jawab Sachiko sambil tersenyum lebar.




“Sepertinya kamu sedang bergembira hari ini. Apakah ada kejadian bagus?” Tanya Hanako.

“Iya! Tadi pagi, Ibu memberiku uang saku lebih banyak!” Jawab Sachiko kesenangan.

“Hanya itu? Tidak ada lagi?” Selidik Hanako, Sachiko hanya menggeleng-geleng sambil memasang wajah polosnya, “Ohh, aku hanya mengira kamu sedang jatuh cinta. Hahaha, bodohnya aku.” Lanjut Hanako.

“Jatuh cinta? Apa itu?”

“Hah? Jadi kamu tidak tahu apa itu jatuh cinta?” Mata hanako terbelalak saat mendengar respon dari Sachiko, ia hanya tidak percaya.. dijaman yang modern ini ternyata masih ada orang yang sepolos itu.

“Aku memang tidak tahu." Gerutunya, "Tapi ibu pernah berbicara soal itu kepadaku, dan ia melarangku jatuh cinta untuk saat ini.” Lanjut Sachiko.




“Aku mengerti apa yang dimaksud oleh ibumu, anak seumur kita memang belum pantas untuk itu.”

Kriiiingggg.. “Payah! Sudah bel!” Terdengar suara sosok pria yang duduk dibelakang Sachiko.

“Hahaha.. kamu memang pemalas ya, Ryota!” Kata Sachiko seraya mengacak-ngacak rambut Ryota.”

“Aku hanya sedang malas! Tapi bukan pemalas!” Bantah Ryota dengan memasang wajah cemberut.

Hanako sejak tadi memerhatikan keakraban Ryota dan Sachiko. Wajar saja mereka bisa sangat akrab, Ryota dan Sachiko berteman sejak TK.

“Hanako!” Teriak Ryota dari tempat duduknya, Hanako yang sedang melamunpun kembali tersadar.

“A-apa?” Tanyanya gugup.

“Bolehkah aku meminjam pulpenmu?" Pinta Ryota.


"Hmm.. Pulpenku diambil oleh Sachiko.” Seru Ryota sambil melirik Sachiko, Sachiko hanya melambai-lambaikan tangan dan tersenyum seperti orang tak bersalah.





“Ahh, iya!” Akhirnya Ryota menghampiri meja Hanako untuk meminjam pulpen, "Ini!" 

“Terima kasih.” Kata Ryota sambil melemparkan senyum dan berjalan ke arah mejanya.



“Waahh, manis sekali dia!” Gumam Hanako.

“Apa barusan kau berbicara sesuatu padaku?” Ryota menoleh dan melangkah ke arah Hanako.

Hanako menggeleng cepat, tubuhnya mendadak kaku saat Ryota kembali. Tapi untunglah, ia bisa bernafas lega karna Ryota langsung percaya dan ia kembali ke tempat duduknya.

Ah, aku tidak tahan!  Keluh Sachiko dalam hati dengan wajah gelisah.




“Ada apa denganmu, Sachiko?” Tanya Ryota kebingungan, sebenarnya ia ingin tertawa karna wajah gelisah Sachiko itu lucu!


"Ahh! Kurasa aku akan mengompol.." Gumam Sachiko.




"Sensei, aku ingin izin ke toilet sebentar. A-aku.. sudah tak tahan.." Katamu kepada Sensei yang sedang mengajar.


**
Keterangan: 
Sensei adalah panggilan siswa kepada guru.
**


"Huhh.. Lega.." Sachiko keluar dari toilet dengan perasaan tenang. Ia berjalan ke kelasnya melewati kelas 2.5, karna kelasnya paling ujung di kelas 2.1. Dan tiba-tiba seorang pria tinggi membuka pintu kelas 2.5 sambil berjalan keluar dengan santai. 


BRUKK!! Kaki Sachiko tersandung kaki pria tersebut. Sachiko jatuh dihadapan pria itu, pria itupun tak dapat menangkap Sachiko karna ia sedang membawa tumpukan buku dikedua tangannya.




Pria itu melirik ke Sachiko dan memasang wajah syok.




Apa?! Dia terjatuh? Sejak kapan dia ada disini?! Pikir pria itu.




Sachiko berusaha berdiri dan langsung berlari ke kelasnya karena merasa malu. Ia berlari dengan muka merah dan mata berkaca-kaca. Lutut dan pergelangan kakinya luka tapi ia tetap memaksa berlari.


"Hey, tunggu!" Pria itu ingin menghentikan Sachiko, tetapi ia juga harus mengumpulkan tumpukan buku ini ke ruang guru, "Hhh.. Semoga aku dapat bertemu lagi dengannya dan meminta maaf." Gumam pria tersebut.


"Permisi.." Sachiko memasuki kelas dengan kaki pincang sambil menutupi wajahnya dengan tangan kiri, dan tangan kanan memegangi lutut kanannya.


Hampir seluruh siswa menatap keheranan sekaligus khawatir kepada Sachiko. Sayangnya, Sensei tidak memerhatikan Sachiko, jadi Sensei tidak tahu kalu Sachiko seperti itu.




"Sachiko.. Kamu kenapa?!" Tanya Ryota panik, ia segera membantu Sachiko duduk dibangkunya dan menanyakan keadaannya.


Sachiko hampir menangis karna tidak kuat menahan perih luka itu, karna air mata tak dapat terbendung lagi, Sachiko pun menangis, kali ini Sensei melihat ke arah Sachiko dan menghampirinya.


**


"Jadi begitu.." Hanako mengangguk-ngangguk.


"Seharusnya kau meminta pertanggung jawaban pria itu!" Seru Ryota.


"A-aku malu, Ryu. Tak apalah, sebentar lagi kakiku akan sembuh.." Gumam Sachiko.





Kamu terlalu baik, ya, Sachi.. Mungkin karna inilah Ryota bersedia menemanimu sampai saat ini.. Batin Hanako. 
















"Yap! Kurasa aku sudah agak sembuh, aku pulang ya! Dah!" Seru Sachiko sambil berusaha berdiri dan keluar dari ruang kesehatan.


"Sachiko.. Apa kamu kakimu sudah sehatan?" Tanya Hanako khawatir. Sachiko mengangguk kuat.


"Ah, aku akan mengantarmu pulang." Sambung Ryota.


"Tidak, tidak. Aku sudah sembuh, lihat ini!" Sachiko melompat-lompat kecil untuk membuktikan kalau kakinya tidak sakit lagi. Ahh.. Sakit.. Batinnya.


"Benar begitu? Kalau begitu, hati-hati! Perhatikan langkahmu, ok?" Nasehat Ryota.


"Baiklah." Sachiko berusaha berjalan biasa saat dihadapan Ryota dan Hanako. Saat Sachiko keluar ruang kesehatan, ia mulai menunjukkan ekspresi sekarat -_-




"Aw! Kakikuuuu.." Rintih Sachiko saat sudah jauh dari ruang kesehatan, ia keluar gerbang sekolah sambil berjalan pincang. berkali-kali ia hampir terjatuh, dan karna ramainya murid yang keluar gerbang, ia pun sedikit terdesak. Ia terjatuh tepat dihadapan seorang pria, "Aw!" Rintihnya lebih keras dari sebelumnya.


"Kamu baik-baik saja?" Tanya pria tersebut sambil menjulurkan tangannya kepada Sachiko, Sachiko pun meraih tangan tersebut untuk berdiri.


"Ah, iya aku tidak apa. Terima kasih." Ucap Sachiko seraya membersihkan roknya yang kotor saat terjatuh.


"Ka-kamu? Kamu gadis yang terjatuh didepan kelasku itu 'kan?" Tebak pria itu.


Sachiko terkejut saat menatap wajah pria yang menolongnya itu, ternyata pria itu adalah pria yang membuatnya terjatuh di depan kelas 2.5, "Mari kubantu.." Kata pria tersebut.


**


"Aku Suzuki Mikio. Siapa namamu?" Tanya pria tersebut sambil membantumu duduk disalah satu kursi dihalte.


"A-aku.. Mizuki Sachiko." 


**
Keterangan: 
Di jepang, menuliskan nama keluarga didepan, dan nama pemberian dibelakang. Contoh, Mizuki Sachiko, Mizuki adalah nama keluar, Sachiko adalah nama pemberian.
**


"Kakimu..." Lirih Mikio sambil menatap kaki Sachiko yang sedikit bengkak.


"Ah, ini.. Sebentar lagi akan sembuh.." Kata Sachiko sambil tersenyum.


"Maaf, ini salahku! Maaf.." 


"Hahahaha, tidak. Tidak seluruhnya ini salahmu, sebagian ini salahku yang tidak memperhatikan jalan." Sachiko mencoba merendah.


"Tapi, tetap saja. Hhh.."

"Kau jangan memasang wajah menyesal seperti itu! Hahaha.." Ujar Sachiko mencoba menghibur.


"Baiklah, aku akan mengantarmu pulang."


"Tidak! Tidak usah!" Tolak Sachiko.


"Ahh, kalau kau menolak, aku akan merasa bersalah selamanya." 


Akhirnya Sachiko menerima tawaran Mikio. Mereka berjalan berdua disepanjang jalanan. Sachiko berjalan lambat dibelakang Mikio, Mikio meliriknya dan meraih tangan kanannya, "Pegangan pundakku supaya mudah berjalan." Ucap Mikio.






"Uwaaa.. Jantungku berdetak cepat!" Batin Sachiko dengan wajah blushing.






Sesampainya dirumah Sachiko, "Terimakasih Suzuki-san! Maaf telah merepotkan." Seru Sachiko.


"Jangan terlalu kaku. Panggil aku Mikio!" Pintanya sambil tersenyum.


"Hah?" Gumam Sachiko.


"Dan.. Bolehkah aku memanggilmu Sachiko?" Tanya Mikio.


"Ah, tentu!" Jawab Sachiko, "Kalau begitu, Dah!" Sachiko melambaikan tangan kepada Mikio. Pria aneh.. Pikir Sachiko.


**
Keterangan: 
Kenapa Mikio dipanggil Suzuki-san? Ya, Suzuki adalah nama (keluarganya), dan San merupakan panggilan yang paling umum. Digunakan ketika menyapa seseorang, dan bukan anggota keluarga. San mirip dengan "Mr" , "Ms" , "Mrs" , di negara Barat. Dijepang, memanggil seseorang memakai kata akhiran, seperti "Kun", "San", "Chan" dan lain-lain. Contoh lain: Shinosuke -> Shin-Chan. Masih kurang mengerti? search google.
**










**


"Ah, dia menyentuh tanganku.." Pikir Sichiko seraya memakai piyama, "Namanya.. Mikio 'kan?" Gumam Sichiko, "Kenapa aku memikirkannya, ya? Dia 'kan bukan siapa-siapaku." Lanjutnya.


"Sachiko! Apa kamu sudah selesai mandinya? Kalau sudah, cepat turun dan makan malam bersama." Seru Ibu dari bawah.


"Iya bu, aku segera turun!" Jawab Sichiko sambil bergegas keluar kamar dan menuju ruang makan.


**


"Aku berangkat!" 






Sachiko berangkat ke sekolah ditemani senyumannya disepanjang jalan, ia bersenandung sambil berlari-lari kecil, "Pagiiiii~" Sapanya saat memasuki kelas.


"Pagiiiii.. Bagaimana keadaan kakimu?" Tanya Hanako.


"Sudah sembuh." Jawabnya dengan senyuman.


"Cepat sekali.." Sambung Ryota.


"Hahahahhaa.." Tawa Sachiko.


"Kau terlihat semangat sekali ya hari ini, ada apa?" Tanya Hanako.


"Satu-satunya yang paling membuatku bersemangat saat ini karena ada teman-temanku. Yaitu kalian!" Jawabnya.




Mendengar itu, hati hanako sangat tersentuh, dan Ryota terdiam dan berpikir sejenak, "Jadi.. Kita hanya sebatas teman? Kukira, aku bisa menjadi yang spesial dihidupmu.." 


**


"Gadis itu, kemarin.. aku melihatnya! Ia bersama Mikio dihalte saat pulang sekolah!" Bisik seorang gadis kepada temannya saat Sachiko dan Hanako keluar kelas dan jalan melewati koridor, Sachiko tidak menoleh, ia hanya berpura-pura tidak mendengar. Percuma kalian berbisik, aku dapat mendengarnya -_- Batin Sachiko.


"Siapa yang mereka bicarakan?" Tanya Hanako curiga.


"Entahlah." Jawab Sachiko tak peduli. "Itu kan.. Mikio?" Gumam Sachiko saat melihat Mikio keluar dari kelas 2.5, Sachiko berjalan biasa melewati Mikio, "Hai, Mi.." Belum selesai ia menyapa, Mikio sudah pergi, padahal.. Mikio tahu kalau Sachiko sedang berjalan ke arahnya.


"Ada apa dengannya? Ia terlihat seperti pria dingin, tak seperti.. malam itu.. Hhhh.." Sachiko menghela nafas sambil berjalan menunduk.


"Kau menyapanya? Hahahaha.." Hanako tertawa sekaligus heran dengan Sachiko.


"Apa ada yang salah?" Tanya Sachiko sedikit merasa tersinggung.


"Ya! Karna dia adalah pria populer dan.. tampan!" 


"Ah, populer? Kau mengenalinya? Apa kau berteman dengannya?" Tukas Sachiko.


"Aku mengenalinya, tapi ia tidak mengenaliku. Dan tentu saja aku tidak berteman dengannya, itu mustahil!" 


"Mustahil? Memangnya salah kalau gadis biasa seperti kita berteman dengan pria populer?" Tanya Sachiko menaikkan alis kirinya.


"Menurutku... Iya!" Jawab Hanako sambil menoleh ke Sachiko dan tertawa.






"Hanako! Kemari!" Teriak seseorang memanggil Hanako, sepertinya itu penting.


"Ya, aku segera kesana!" Sahut Hanako, "Maaf, kita berpisah disini.. Maaf ya!" Katanya kepada Sachiko.


"Ya.." Jawab Sachiko lesu.


"Hey, ternyata kau disana!" Seru Ryota, "Kau pasti lapar 'kan? Ayo makan! Aku akan mentraktirmu!" Lanjutnya.


"I-iya.." Jawabnya singkat tak bersemangat.


Ryota meliriknya dan memperhatikan ekspresi wajahnya, tidak seperti biasanya yang selalu ceria. Ryota tahu kalau ada yang terjadi pada Sachiko, tetapi ia tidak berani menanyakan.


"Kenapa hanya dilihat? Ayo dimakan!" Perintah Ryota kepada Sachiko yang daritadi memangku dagu dengan kedua tangannya diatas meja makan.


"Kurasa, aku sudah kenyang.." Jawabnya malas.


"Ah, aku sudah mentraktirmu, jadi kau harus makan!" Perintanya sekali lagi.


"Kalau tidak?" 


"Hmm.. Kalau tidak.. Aku akan marah!" Ancam Ryota.


"Waaa.. Ya akan ku makan ><" Sachiko mengawali dengan mengaduk-ngaduk minuman yang ada digelasnya memakai sedotan, ia meminum minuman itu sambil melirik ke meja makan sebelah. Glekk.. Sachiko menelan minuman yang memenuhi mulutnya.


"APA?!" Mata Sachiko terbelalak saat melihat Mikio yang berada di meja makan sebelah sambil melirik Sachiko sejak tadi. Untung saja Sachiko sudah menelan minumannya, kalau tidak, mungkin ia sudah menyemburkan minuman itu.






"Ada apa? Kamu terlihat syok begitu?" Tanya Ryota memerhatikan ekspresi Sachiko.


Sachiko menggeleng cepat, ia berfikir.. "Kenapa aku tidak menyadari keberadaan Mikio? Wah, pasti tadi aku terlihat sangat bodoh memangku dagu dimeja makan. Ah aku maluuu, rasanya ingin menghilang ><" Batin Sachiko.


Ryota melirik Sachiko yang juga sedang melirik Mikio dimeja sebelah, Ryota pun ikut melirik Mikio dan menduga yang macam-macam, "Hey Sachiko.." Serunya.


"Apa?"


"Apakah menurutmu... Mikio itu tampan?" Bisik Ryota. Mikio melirik mereka berdua walaupun tidak tahu apa yang sedang dibicarakan.






"Mengapa kau bertanya seperti itu.." Ucap Sachiko dengan nada tinggi dan wajah memerah.


"Tidak salahkan aku bertanya seperti ini? Aku hanya minta pendapat para gadis tentangnya.." 


"Ah, Aku tidak tahu.." Sachiko membuang muka karna mukanya mulai memerah.


Tiba-tiba, "Sachiko, bagaimana keadaan kakimu?" Tanya seorang pria yang tiba-tiba berdiri tepat disebelahnya duduk.


"Ah, Su-sudah membaik.. Ya.. Kurasa.." Jawab Sachiko gugup karna tak menduga pria yang ternyata adalah Mikio menghampirinya dan bertanya keadaannya.


"Syukurlah, aku merasa lega sekarang." Kata Mikio tanpa berekspresi dan langsung pergi begitu saja.


"Kamu.. Ada hubungan apa kamu dengannya?" Tanya Ryota setelah Mikio pergi.


"Hmm, tidak ada." 


"Lalu? Bagaimana ia bisa tahu soal kakimu itu?!" Tanya Ryota lagi, kali ini mukanya menandakan bahwa ia sedang kesal.


"Ya.. Sebenarnya.. Dialah yang kuceritakan kemarin.. Aku tersandung kakinya.." Jawabnya ragu-ragu.


"Oh, jadi karna itu kau terus meliriknya."


"Bu-bukan!! Kau bicara apa Ryota -.-"


"Terus saja bohongi perasaanmu itu, kalau kau terus seperti ini, bukan hanya dirimu yang tersakiti! Aku juga!" Teriak Ryota dan pergi meninggalkan Sachiko.


"Hey, mau kemana kamu?" Seru Sachiko sambil menyusul Ryota, tetapi karna begitu ramainya, Sachiko kehilangan Ryota. Ah.. Ryota.. :( 




"Apa maksud perkataannya itu? A-aku.. tidak mengerti.." Pikir Sachiko saat berjalan menuju kelas.


BRAKK.. Ia menggeser pintu kelas (pintu dijepang cara buka nya digeser 'kan?) sambil menunduk dan berjalan lunglai.


Sachiko.. Lirih Ryota seraya melirik Sachiko yang menuju ke tempat duduk didepannya, "Ada apa denganmu?" Ryota mencolek pundak Sachiko.


Sachiko menoleh, "Aku hanya.. masih berfikir tentang maksud dari perkataanmu tadi itu.. Aku.. benar-benar tidak paham." Gumam Sachiko.


"Ah, jadi itu.. Sudahlah, lupakan saja. Aku tidak sadar saat mengatakan itu semua, aku mengatakannya tanpa berfikir terlebih dahulu! Hahahaha.. Lupakan, lupakan!" Tawa Ryota sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, tapi sepertinya.. tawanya palsu.






"Hahahaha.. Baiklah!" 


"Hey kalian! Aku mencari kalian ternyata kalian ada disini.. Huhh.." Dengus Hanako kesal.


"Hahaha, kau yang meninggalkanku, kan?" Balas Sachiko.


"Oh iya, ya. Maaf, ya. Hehehe.." 


"Sebagai ketua kelas, memang sulit ya.. Sedikit-sedikit menerima panggilan." Ucap Ryota.


"Hahaha, yaa begitulah."


"Lalu, apakah yang memanggilmu itu guru?" Lanjut Ryota.


Hanako mengangguk cepat, dan dengan bersamaan bel pun berbunyi, semua murid memasuki kelasnya masing-masing, "Oh ya, aku harus mengumumkan sesuatu!" Hanako berlari ke depan dan berdiri didepan papan tulis.


"Apa yang akan diumumkannya, ya?" Pikir Sachiko.


"Aku minta perhatiannya sebentar, mohon berhenti berbicara, duduk dikursi kalian masing-masing, dan dengarkan aku!" Tegas Hanako sambil memukul meja guru.


"Wow, dia keren.." Puji Ryota, sambil memangku dagunya dengan tangan kanannya.


"Kau menyukainya, Ryota.. Hahahhahaa.." Gurau Sachiko.






Wajah Ryota memerah, "Hah? Gurauan apa itu? Aku tidak tertawa." Acuh Ryota.


"Hey, hey! Teman-teman yang dibelakang, bolehkah aku meminta waktunya sebentar?" Tegur Hanako.


"Oh ya tentu saja, ketua kelas!" Kata Sachiko seraya melambaikan tangan kanannya kepada Hanako, 


"Okay, dimusim panas kali ini, sekolah kita mengadakan sebuah acara khusus untuk anak kelas 2. Jadi, apakah ada diantara kalian yang bersedia menjadi panitia acara ini?" Tanya Hanako sambil melihat seluruh murid di kelas 2.1.


Semuanya diam, sunyi, sepi dan tak ada tanggapan. "Hhh.. Seharusnya dari awal aku tidak mengajukan diri untuk menjadi Ketua Kelas.." Gumam Hanako.






"Wah, tidak ada yang mau.." Ucap Ryota pelan.


Terlihat dari belakang ekspresi wajah Hanako yang putus asa, hahaha.. "Aku mau!" Seseorang mengacungkan tangan kanannya sambil berdiri tegap.


"Sachiko.. Benar kau mau?" Tanya Hanako meyakinkan.


"Iya! Tentu!" Jawab Sachiko semangat.












CONTINUED ^^ (harap bersabar untuk cerita selanjutnya)







Rabu, 09 November 2011

My Bestfriend is a Vampire

WELCOME TO MY LIFE


**

          Dari kejauhan, tampak gedung bertingkat dan luas. Mereka menyebutnya dengan sebutan Princeton Junior High School. Ya, dimana mereka dapat mencari ilmu.


          Sosok gadis kecil yang berambut panjang ikal berwarna coklat itupun berjalan keluar rumah dengan menggandeng tasnya. Semua bisa tahu kemana gadis itu akan pergi.

          "Hhh, Aku harus cepat². Ini hari pertama ku dan aku tidak ingin memulainya dengan hukuman." Gumam Gennie Courtney yang akrab disapa Gen. Saat ini, Gen berada di sebuah perumahan. Sepi sekali, sangat sepi. Hanya ada beberapa orang dan mobil yang lewat, Pergi kemana mereka semua? Sepi sekali.. Batin Gen seraya melihat kanan kiri.

           GUBRAKK .. Tak sengaja kaki Gen tersandung sesuatu. Tapi Gen tidak terjatuh, melainkan menabrak seorang lelaki yang ada di depannya. Ya, Lelaki yang memakai kacamata bulat sambil memeluk beberapa buku. Lelaki itu pun terdorong ke depan hingga beberapa bukunya berjatuhan.

          "Maaf." Ucap lelaki itu sembari merapihkan buku yang tadi terjatuh.

          "Ahh, aku yang harus minta maaf. Seharusnya aku memperhatikan langkahku." Tukas Gen. Lelaki itu hanya berdiri dan menaik-turunkan kacamatanya lalu pergi begitu saja, "Lelaki yang aneh, ckck." Lanjut Gen.

          Suingggg.. Terdengar suara mobil balap yang melintas melewati Gen. Badannya berbalik, matanya mengikuti ke arah mobil itu berlari. "Awaaaaaaass!!" Teriak Gen setelah mengetahui ternyata di kejauhan ada seseorang wanita tua yang akan menyebrang jalan. Mobil itu tidak mengetahui apa yang ada dihadapannya dan tak sempat untuk menginjak rem. "Tuhan, tolong dia." Pinta Gen sambil berkaca-kaca.

          Tapi ternyata, seorang lelaki tiba² muncul dan berlari secepat angin menggendong wanita tua tersebut ke sebrang jalan. Pengemudi mobil tersebut kabur dengan mobilnya. "Apa itu tadi?"  Mata Gen membulat saat melihat bayangan lelaki yang menyelamatkan wanita tua tersebut. Gennie pun menghampir mereka.

          "Nek, apa kau terluka?" Tanya Gen khawatir. Nenek itu hanya menggelengkan kepalanya. Gen melihat seseorang yang berada di samping nenek itu lalu bertanya "Kamu? Bukankah seharusnya kau.." Kata Gen terbata - bata. Ternyata orang yang menyelamatkan nenek itu adalah orang yang tadi Gen tabrak.

          Bagaimana mungkin ia bisa melakukannya? Padahal jarakku dengannya tak jauh, melainkan dekat.. Renung Gen dalam hati. Gennie kembali sadar dari lamunannya. Namun saat Gen ingin kembali bertanya pada Pemuda itu, dia sudah tidak ada disamping nenek tersebut.

          "Hmm, nek. Pemuda tadi yang menyelamatkanmu kemana?" Tanya Gen seraya melihat kesana-kemari mencari pemuda tersebut.

          "Nenek juga tidak tahu, nak. Ketika nenek ingin mengucapkan terima kasih, dia sudah menghilang." Jelas si nenek sambil kebingungan.

          "Oh, yasudah.  Nenek baik² saja 'kan? Soalnya aku sedang terburu - buru ingin ke Sekolah, nek." Ucap Gen sambil melihat kearah jam ungu yang melekat ditangan mulusnya.

          "Sudah tidak apa², nak. Pergilah sebelum kau terlambat." Pinta nenek tersebut.

          "Oh ya, lain kali nenek harus berhati - hati ya." Nasehat Gen.

          "Terima kasih banyak atas perhatianmu."  Ucap nenek tersebut dengan senyum hangat.

          "Baiklah, nek. Sampai bertemu lagi." Ucap Gen sambil melambaikan tangan.

          Huhh.. Ini  gara-gara Dad aku harus mengalami kejadian seperti ini! Kalau saja bukan karna pekerjaannya, aku tidak akan mau pindah ke negara ini! Sudah beberapa kali aku pindah dari negara ke negara hingga sekolahku pun ikut terusik! Ini untuk terakhir kalinya, aku tidak akan pindah dari negara ini.. Batin Gen seraya berlari menuju ke sekolah barunya.

          Gennie pun sampai di Princeton Junior High School dengan nafas tidak beraturan. "Hhh.. Hhh.. Akhirnya sampai." Kata Gen terengah - engah. Gen berjalan biasa memasuki gerbang Princeton Junior High School.

          "Selamat pagi, anak-anak." Sapa Mrs. Tiffany, "Yap, Kelas ini kedatangan murid baru. Silahkan perkenalkan dirimu." Lanjut Mrs. Tiffany.

          "Hai, namaku Gennie Courtney, aku lahir di Brisbane, Queensland, Australia tanggal 25 Agustus 1998." Ujar Gen lembut. Gadis berambut panjang berwarna coklat gelap ini mulai memasuki hari pertamanya di Princeton Junior High School yang menerima siswa siswi dari berbagai negara. Sebenarnya di Sekolah ini lebih banyak murid yang berasal dari Amerika Serikat dan sekitarnya. Dan itu sama sekali tidak menjadi masalah bagi Gen. Disana Gen tidak mengenal siapapun, tidak seorangpun yang ia kenal ataupun mengenalnya. Tapi itu sudah biasa baginya, ia sudah sering mengatasi kondisi seperti ini.

          "Gennie, silahkan duduk disebelah Justin." Kata Mrs. Tiffany seraya menunjuk tempat kosong yang berada disebelah pria yang sejak tadi membaca, ia sempat melirik saat Mrs. Tiffany menyebut namanya. Matanya terbelalak saat melihat Gen. Gen pun sedikit melirik ke arah pria yang duduk dipojok paling belakang itu. Pria yang bernama Justin itu berusaha menutupi wajahnya dengan buku. Gen pun berjalan santai menghampiri pria tersebut.

          "Hey, namaku Gennie, panggil saja Gen." Ujar Gen lembut seraya menjulurkan tangannya kepada Justin, tapi Justin tidak menghiraukannya dengan pura-pura membaca sambil menutupi wajahnya dengan buku, "Kamu tahu? Di negara asalku bersikap seperti itu tidaklah sopan, seharusnya kamu singkirkan buku itu dari wajahmu saat seseorang sedang berusaha mengenalkan dirinya!" Kata Gen sedikit bernada tinggi.

          Justin mengintip sedikit ke arah Gen, dan perlahan menurunkan buku dari wajahnya, "Maaf, Aku pemalu." Kata Justin berbohong.
          
          "Ka..kamu?! Kamu yang menyelamatkan wanita tua tadi pagi itu, kan?!" Tebak Gen dengan suara yang tinggi sehingga beberapa murid menoleh kepadanya.

          "A..apa? Apa maksudmu? A..Apa yang sedang kamu bicarakan? Aku tidak mengerti." Jawab Justin Gugup.


          "Bagaimana kamu bisa melakukan hal tadi? Kamu berlari secepat angin menyelamatkan wanita tua itu! Itu hebat! Bisa kamu ajarkan aku?" Tanya Gen sekaligus memuji Justin.


          "Ti..tidak. Apa maksudmu? Aku tidak paham. Mungkin kamu salah orang." Kata Justin gugup.


          "Sstt.. Bisakah kalian berhenti bicara? Aku tidak dapat mendengar apa yang Mrs. Tiffany jelaskan kalau kalian terus bicara!" Protes salah satu murid dikelas Gen yang duduk tepat didepan Gen.


          Tak lama terdengar suara bel berbunyi, "Kriiingggggg..!!" Dan disaat itu juga Mrs. Tiffany berhenti menjelaskan pelajarannya. Semua murid bersorak-sorai dan langsung memasukkan buku kedalam tas tanpa disuruh. Beberapa murid keluar kelas, dan sisanya berada didalam kelas.


          "Apakah ini bel pertanda istirahat?" Tanya Gen kepada Justin yang sedang merapihkan bukunya dan menaruhnya ke tas. Tapi Justin tidak menghiraukan Gen, melainkan ia pergi keluar kelas meninggalkan Gen yang sejak tadi berbicara dengannya. "Hey! Aku ngomong sama kamu! Kamu dengar aku?!" Teriak Gen kepada Justin yang sudah berada tepat di pintu kelas. Tapi Justin tetap tidak memperdulikannya.


          "Kamu ngomong sama dia, ya?" Tanya sosok wanita sebaya dengan Gen yang tiba-tiba ada dibelakangnya. 


          Gen menoleh kepada sosok itu, "Siapa kamu?" Tanya Gen dengan nada kesal, mungkin Gen terbawa emosi karna Justin yang sejak tadi tidak menghiraukannya.


          "Oh ya, perkenalkan. Aku Annabelle Pasteur. Call me Anna!" Katanya memperkenalkan diri seraya menjulurkan tangan kanannya. Gen pun membalas menjulurkan tangannya kepada Anna.


          "Aku.. Gennie Courtney." Balas Gen datar.


          "Ya, ya! Aku sudah tahu! Tidak perlu repot-repot mengenalkan diri begitu." Ucap Anna diiringi tawa kecilnya. "Oh ya, tadi kamu ngomong sama Justin ya?" Tanya Anna sambil tersenyum menahan tawa.


          Raut wajah Gen berubah tiba-tiba, seperti orang yang sedang ilfeel. Hampir saja Gen menganggapnya gila! "Ya.. Hmm.. Apa ada yang lucu?" Tanya Gen balik dengan ragu-ragu.


          "Hahaha! Tidak, tidak! Maaf ya, tapi aku tidak bisa menahan tawa ini lebih lama lagi! Hahaha.." Gen mulai mundur perlahan karna takut dengan tingkah Anna. "Kenapa? Kamu takut padaku? Tenang saja, aku masih waras. Hanya saja, kamu itu lucu!" 


          Gen diam, ia tidak tahu mau menjawab apa. Tapi akhirnya, ia memberanikan diri bertanya, "Aku lucu? Kau memujiku atau malah ingin menghinaku?" Tanya Gen sedikit membentak dan beberapa murid dikelas menoleh kepada mereka.


          "Hey, hey.. Calm down! Aku bukan orang yang seperti itu. Maksudku itu, kamu lucu saat mengajak Justin berbicara." Jelas Anna.


          "Apa aku salah mencoba mengajaknya berbicara? Justin itu teman sebangkuku!" 


          "Kamu memang teman sebangkunya, tapi apakah dia menganggapmu sebagai teman sebangkunya? Hahaha.." 


          Justin yang berada tepat dipintu kelas mendengar ocehan Anna. Ia sempat melirik ke arah Anna dan Gen yang berdiri dipojok kelas paling belakang. Dan Justin dapat mendengar pembicaraan mereka dari pintu kelas dengan jelas.


          Gadis ini sudah gila! Sedikit-sedikit tertawa, sedikit-sedikit tertawa! Apanya yang lucu! Batin Gen sambil melakukan rolling eyes.


          "Kamu marah, ya? Maaf ya.. Pasti kamu tersinggung atas perkataan ku tadi, kan?" Tebak Anna.


          Bagaimana aku tidak marah! Tidak usah ditanya seharusnya ia sudah tahu kalau aku memang sedang marah! Ucap Gen dalam hati.


          "Ok, ok. Aku akan menjelaskannya. Sebenarnya.. Hmm, lebih baik kita jangan berbicara disini. Ayo, ikut aku!" Ajak Anna, ia menarik Gen ke suatu tempat.




CONTINUED :)